Aku merenung,
Sendiri,
ditengah suara jangkrik yang bersahutan di rumput liar,
ditengah bekunya hati ini.
Sudah berapa umurku? 20 tahun. Ya, dua puluh tahun. Namun
menurutku itu waktu yang singkat untuk bermain-main dan mencari jati diri. Isi
fikirku sungguh sangat banyak dan melompat – lompat seperti katak yang melompat
dan berteriak saat hujan turun. Mungkin jika aku tidak mampu meregulas diri ini
dengan baik, bisa saja sekarang aku sudah ada di rumah sakit tempat
berkumpulnya orang – orang yang memiliki gangguan jiwa, atau bisa saja aku
sudah menggelandang di jalan karena keluarga tidak mau memiliki anggota
keluarga seperti aku, atau bisa saja aku sedang dipasung disebuah rumah tua
yang tidak berpenghuni yang dimana hanya aku yang tinggal disitu. Ah, aku
terlalu banyak berkhayal! Mungkin karena hobiku yang membaca buku, baik itu buku ilmiah *walaupun
tiap sejam sekali tertidur* ataupun novel roman fiktif yang mampu membuat
hatiku terhanyut mengikuti alur cerita si penulis. Meskipun aku suka membaca, tapi
aku tidak pandai menulis. Ya, lagi – lagi karena isi fikirku terlalu banyak dan
melompat-lompat sehingga sulit untuk membuat alur cerita yang ingin
kusampaikan.
Apa yang sudah aku dapat di umurku yang ke dua puluh tahun?
Sungguh sangat banyak sekali. Aku sekarang sudah lulus D3 Okupasi Terapi di
Universitas Indonesia. Aku sungguh sangat bersyukur, peluang kerjaku sungguh
luas, dan bisa berkembang. Belum lulus saja sudah banyak tawaran yang masuk.
Ada dari dosenku yang menawarkan untuk bergabung di kliniknya sambil sekolah
lagi dan setelah lulus S1 beliau akan mengajakku untuk bergabung menjadi dosen
di UI, ada pula tawaran dari senior-seniorku yang meminta untuk menggantikannya
karena mereka sedang membuat skripsi, ada yang memintaku untuk menjadi shadow
teacher untuk anaknya yang terdiagnosa autism saat dia sekolah, dan masih
banyak lagi. Aku beruntung! Ya, seharusnya aku mensyukuri itu. Disaat orang
lain kesulitan untuk mencari kerja, aku justru ditawari banyak pekerjaan. Namun
aku memilih untuk bergabung di salah satu klinik stoke terkenal di Jakarta.
Mengapa? Karena dari sekian banyak cases yang diajarkan di kampus; pediatric,
geriatric, ataupun psikososial, memang aku lebih ‘interest’ di kasus – kasus
geriatric, khususnya Stroke dibandingkan dengan yang lain. Cita – citaku ingin membuat klinik
stroke di Kampung mbahku di Klaten, sekaligus mengembangkan desa, terlebih lagi
disana cukup banyak juga yang menderita stroke, termasuk kakaknya mbahku. Untuk
mewujudkan cita-citaku itu tentunya harus ada misi. Salah satunya
mengeksplorasi diri di kasus – kasus Stroke dan meng-uptodate ilmu. Akhirnya
akupun memutuskan untuk bekerja disana, bersama teman baikku selama kuliah
juga, secara tidak disengaja. Sebagai permulaan, tentunya ada masa training
selama tiga bulan di masing-masing cabang. Walaupun bekerja di institusi yang
sama, namun apa yang aku dan teman baikku dapatkan tidaklah sama. Temanku jauh
lebih berutung, karena dia ditempatkan di pusat, dimana semua terapis yang sudah handal bekerja disana, dan tentunya
pasien Stroke disana juga jauh lebih banyak dan rata – rata kaum menengah ke
atas. Maklum, namanya klinik khusus pasti tarifnya juga khusus tidak seperti di
Rumah Sakit Umum. Soal jarak, kita sama. Rumah temanku di bekasi dan dia
ditempatkan di Kebayoran Lama, sedangkan aku di Ciganjur dan aku ditempatkan di
Kelapa Gading. Sungguh nikmat apabila kita ditukar, karena Bekasi ke Kelapa
Gading tidak begitu jauh,begitupun Ciganjur ke Kebayoran Lama. Dengan jarak
yang begitu jauh, bayangkan, dari ujung selatan ke Utara! Dan setiap perjalanan
membutuhkan waktu minimal 2 jam. Bahkan pernah karena hujan dan macet, aku
tertahan di dalam busway hingga 4 jam yang biasanya 1-1,5 jam. Superbass!
Dengan jarak yang begitu jauh, dan tentunya ongkos setiap
hari yang tidak sedikit pula, aku bertahan disana dengan alasan ingin
mengeksplorasi diri dan menambah pengalaman. Gaji pertamaku, kau tau berapa? Ah
tak layak untuk disebutkan. Bahkan gajiku saya tidak cukup untuk ongkos dan
makan setiap harinya. Aku hanyak bisa berdoa, perbanyak shalat dhuha supaya
rezekiku mengalir, dan bersyukur tentunya. Dan Alhamdulillah, aku punya pasien
yang sangat royal, hampir setiap kali ia datang untuk treatment ia selalu
memberiku tips yang bahkan lebih besar dari harga sekali treatment. Karena
sejauh ini pasienku hanya dia, pastinya aku memberikan pelayanan terbaik, dan
Alhamdulillah dia sangat puas, hingga sekarangpun tak sekali dia menghubungiku
untuk sekedar silaturahim dan memberitahu kondisinya.
Memang sulit untuk menjadi orang yang pandai bersyukur
terhadap apa yang diberikan Allah. Padahal bila kita syukuri, banyak sekali
nikmat yang Dia selalu berikan setiap hari,tiap jam,bahkan tiap detiknya kepada kita. Semoga kalian semua menjadi salah satu orang yang pandai bersyukur.
Jazakallah