TEKNOLOGI REPRODUKSI : MENGAMBIL ALIH PENCIPTAAN MANUSIA

Saturday, June 19, 2010


Implisit dalam pemahaman kita yang terus bertambah mengenai mekanisme fungsi-fungsi fisiologis mendasar adalah peningkatan kemampuan kita untuk memperbaiki atau menkompensasi fungsi yang terganggu atau untuk memanipulasi berbagai fungsi demi kepentingan kita. Sebagian besar kemajuan dalam bidang teknologi biomedis disambut sebagai cara-cara baru untuk menyelamatkan, memperpanjang, atau meningkatkan kehidupan manusia. Namun salah satu bidang teknologi baru yang mengontrol proses-proses biologis telah mengundang kontroversi moral, etis, dan legal yang luas, yaitu kekuatan kita untuk menentukan eksistensi individu baru.

Kemajuan-kemajuan teknologi yang berkaitan dengan reproduksi telah membuka banyak jalan baru bagi mereka yang ingin mengontrol keturunan mereka melalui cara-cara artificial daftar singkat mengenai kemampuan yang sudah tersedia atau sedang dikembangkan berikut ini akan menunjukkan bagaimana luasnya kontrol kita atas generasi masa depan :

  1. Tersedia berbagai metode kontrasepsi untuk menghindari kehamilan dengan mencegah penyatuan sel telur dan sperma atau setelah bersatu mencegah telur yang dibuahi tertanam di uterus untuk berkembang menjadi manusia baru

  2. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat diakhiri dengan beberapa cara aborsi yang menyingkirkan individu yang sedang berkembang dari lingkungannya di uterus.

  3. Anak yang belum lahir dapat “dilihat” (tanpa mengganggunya) di dalam rahim ibunya melalui teknik ultrasonografi. Selain itu sample sel anak itu dapat diekstraksi melalui amniosentesis atau biopsy plasenta dan dianalisis untuk menentukan ada atau tidaknya berbagai penyakit genetik. Jika ditemukan defek, orang tua harus membuat keputusan sulit, yaitu apakah akan menghentikan kehamilan atau membiarkan anak dengan gangguan fisik atau mental lahir ke dunia.

  4. Sperma dapat dibekukan dan disimpan di dalam bank sperma tempat seseorang wanita dapat ‘berbelanja’ membeli ‘bapak’ dengan sifat tertentu untuk calon anaknya. Wanita tersebut kemudian dapat menjalani inseminasi buatan dengan sperma pilihannya dan kehamilan dan persalinan normal tanpa partisipasi aktif atau bahkan tanpa sepengetahuan sang ‘bapak’

  5. Wanita mandul (infertilisasi) yang tidak mengalami ovulasi (tidak mengeluarkan sel telur) dapat dibero ‘pil penyubur’ yaitu hormon untuk merangsang ovulasi.

  6. Wanita yang mandul akibat penyumbatan mekanis di saluran tempat penyatuan sel telur dan sperma masih dapat mengandung anak sendiri dengan teknik ferlisasi in vitro , atau sering disebut dengan teknik ‘bayi tabung’. Setelah memacu ovulasi multiple dengan hormon, dokter mengumpulkan telur – telur melalui sebuah insisi kecil di abdomen wanita bersangkutan. Sel – sel telur tersebut kemudian diinkubasikan dengan sperma dari calon ayah. Jika terjadi fertilisasi di lingkungan ‘tabung reaksi’ ini, telur yang telah dibuahi ditaruh diuterus ibu, agar dapat berkembang seperti telur yang dibuahi secara alamiah.

  7. Fertilisasi in vitro sering menyebabkan fertilisasi lebih dari satu sel telur. Mudigah hidup yang tidak digunakan dapat dibekukan untuk digunakan pada masa mendatang.

  8. Beberapa pria memiliki sperma yang ‘malas’ atau spermanya tidak mengandung enzim-enzim akrosom yang diperlukan untuk menembus sawar tebal yang melindungi ovum. Dengan menggunakan sebuah jarum halus, pakar kemandulan dapat mengatasi masalah ini dengan memasukkan sebuah sperma secara langsung ke dalam sel telur , suatu teknik yang disebut dengan microinjection .

  9. Teknik lain yang sedang dikembangkan untuk mempermudah penetrasi sperma ke dalam sel telur adalah dengan zona drilling. Pada prosedur ini, dibuat sebuah lubang halus di zona pelusida, membrane luar yang mengelilingi telur yang tidak dibuahi. Pada saat telur yang sudah disiapkan dicampur dengan sperma, lubang tersebut berfungsi sebagai saluran bagi masuknya sperma, teknologi baru ini menawarkan harapan bagi pasangan yang mengalami insufidiensi sperma atau kelainan zona.

  10. Walaupun sperma dan madigah dapat dibekukan dan disimpan, telur yang belum dibuahi sampai saat ini belum berhasil diolah dengan cara serupa. Namun para peneliti berhasil mencapai suatu kemajuan besar yang mengarah ke pembekuan telur. Jika teknik ini sudah disempurnakan, seorang wanita yang akan mengalami kehilangan fungsi ovarium karena pembedahan atau kemoterapi untuk kanker dapat mengumpulkan dan menyimpan sel-sel telurnya untuk dipakai kemudian sebelum dilakukan tindakan –tindakan yang merusak ovariumnya. Penerapan teknik pembekuan telur yang lebih kontroversial adalah penundaan kehamilan karena alasan professional atau alasan lain. Kesuburan wanita turun dengan cepat dan risiko memiliki anak dengan kelainan genetic, misalnya Down Syndrome meningkat setelah usia 40 tahun. Bukti-bukti mengisyaratkan bahwa usia telur yang bertanggung jawab menyebabkan penurunan fertilisasi dan peningkatan kelainan janin tersebut, bukan saluran reproduksi. Dengan demikian jika pembekuan sel telur berhasil dilakukan san telah tersedia, seorang wanita dapat mengumpulkan sel telurnya yang sehat selama tahun-tahun paling subur dan menyimpannya di dalam es untuk digunakan kemudian.

  11. Pagi pasangan yang tidak dapat memiliki anak karena ketidakmampuan pihak wanita mengandung, secara teknis wanita itu dapat ‘menyewa’ uterus wanita lain untuk mengandung anaknya, walaupun secara legal hal ini masih diperdebatkan. Pada ibu pengganti dapat secara artificial dilakukan inseminasi buatan dengan sperma ayah, atau telur yang dibuahi secara artifisial dari pasangan tersebut ditanam di uterus ‘sewaan’ itu.

  12. Teknik – teknik fertilisasi in vitro dan rekayasa genetic memungkinkan penapisan mudigah berusia dini untuk mencari ada tidaknya defek genetic sebelum implantasi. Banyak kelainan genetik, misalnya anemia sel sabit dan fibrosis kistik dapat dideteksi dalam kode genetik sejak saat pembuahan. Karena mudigah berusia dini dapat mentoleransi kehilangan sebuah sel tanpa mengganggu perkembangan normalnya, kita dapat mengambil sebuah sel dari mudigah enam belas sel dan menganalisisnya untuk mencari ada tidaknya defek genetik sebelum menanam mudigah itu di saluran reproduksi wanita.

Walaupun teknik –teknik baru ini disambut sebagai keajaiban modern, mereka juga menyebabkan kita harus merambah dataran moral., etis, dan legal yang baru. Hak-hak apa yang dimiliki oleh pasangan yang menciptakan mudigah atau hak – hak apa yang dimiliki mudigah itu sendiri?. Karena perundangan tertinggal dari kemampuan teknologi, banyak ambiguitas yang diputuskan melalui berbagai jalur hukum. Sebagai contoh, ada seorang wanita dan bekas suaminya berseteru hukum secara kontroversial mengenai apakah setelah bercerai wanita itu berhak hamil dengan menggunakan mudigah yang dibekukan saat mereka masih menikah. Pengadilan memutuskan bahwa wanita itu tidak dapat menggunakan mudigah tersebut jika pihak pria menolaknya. 

 

0 comments: