APA YANG TIDAK DIKATAKAN OLEH TIMBANGAN ANDA?

Saturday, June 19, 2010



Komposisi tubuh mengacu pada presentase berat tubuh yang terdiri dari jaringan tanpa lemak dan jaringan lemak. Penilaian komposisi tubuh merupakan komponen penting dalam mengevaluasi status kesehatan seseorang. Tabel usia-tinggi-berat yang digunakan oleh perusahaan asuransi dapat menyesatkan penentuan berat tubh yang sehat. Dengan tabel ini banyak atlet, sebagai contoh akan dianggap memiliki kelebihan berat tubuh. Seorang pemain sepak bola mungkin memiliki tinggi 192,5 cm dengan berat 150 kg, tetapi lemak tubuhnya hanya 12 %. Kelebihan berat pada pemain sepak bola ini adalah otot, bukan lemak, sehingga tidak membahayakan kesehatannya. Di pihak lain orang yang jarang bergerak mungkin dianggap normal pada tabel berat tubuh tetapi lemak tubuhnya mencapai 30%. Orang yang harus mempertahankan berat tubuhnya selama mengurangi lemak dan meningkatkan massa otot. Secara ideal pria seyogyanya memiliki 15% lemak atau kurang dan wanita memiliki 20% lemak atau kurang.

Metode paling akurat untuk menilai komposisi tubuh adalah penimbangan di lama air. Teknik ini didasarkan pada kenyataan bahwa jaringan nonlemak lebih padat daripada air dan jaringan lemak kurang padat dibandingkan dengan air. Metode penimbangan di bawah air yang paling sering digunakan adalah orang yang akan ditimbang sebisa mungkin mengeluarkan seluruh udara dari parunya dan kemudian menyelam dalam sebuah tong berisi air sementara duduk di suatu ayunan yang dikaitkan dengan timbangan (agak ribet emang *.*). Hasilnya digunakan untuk menentukan kepadatan tubuh dengan menggunakan persamaan – persamaan yang mempertimbangkan berat jenis air, perbedaan antara berat orang tersebutdi udara dan di dalam air, dan volume residu udara yang tertinggal di dalam paru. Karena perbedaan berat jenis antara jaringan lemak dan nonlemak, orang yang lebih banyak lemak memeliki kepadatan (berat jenis) yang lebih rendah dan berat badan di dalam air yang lebih kecil dibandingkan dengan rekan imbangannya. Komposisi tubuh kemudian ditentukan melalui sebuah persamaan yang menghubungkan presentase lemak dengan kepadatan tubuh. 
 

Cara lain yang sering digunakan untuk menilai komposisi tubuh ialah ketebalan lipatan kulit. Karena sekitar separuh dari kandungan lemak total tubuh terletak tepat dibawah kulit, lemak tubuh total dapat diperlihatkan dari pengukuran ketebalan lipatan kulit yang diambil dari berbagai tempat di tubuh. Ketebalan lipatan kulit ditentukan dengan menjepit satu lipatan kulit di dalah satu tempat yang sudah ditentukan dan mengukur ketebalannya dengan menggunakan jangka-lengkung (kaliper), yaitu sebuah instrument berengsel yang menjepit lipatan kulit dan mengukur ketebalan kulit yang dijepit tersebut. Untuk memperkirakan presentase lemak dari skor ketebalan kulit dapat digunakan persamaan-persamaan matematis yang spesifik untuk usia dan jenis kelamin orang yang bersangkutan. Kekurangan utama pada penilaian ketebalan kulit adalah keakuratannya yang bergantung pada keterampilan pemeriksa.

Pasien kegemukan dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, android distribusi jaringan lemak pria, dan ginoid distribusi jenis wanita. Berdasarkan distribusi anatomis jaringan lemak yang diukur sebagai perbandingan lingkaran pinggang terhadap lingkaran pinggul. Kegemukan android ditandai oleh distribusi lemak abdomen (orang dengan bentuk badan seperti apel), sedangkan kegemukan ginoid ditandai oleh distribusi lemak di pinggul dan paha (orang dengan bentuk badan seperti buah pir). Kedua jenis kelamin dapat memperlihatkan baik kegemukan tipe android maupun ginoid.

Kegemukan android dikaitkan dengan sejumlah gangguan, termasuk diabetes mellitus Tipe II yang resisten insulin, kelebihan kadar lemak darah, tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, dan stroke. Kegemukan ginoid tidak dikaitkan dengan risiko tinggi untuk penyakit – penyakit itu. karena kegemukan android berkaitan dengan peningkatan risiko mengalami berbagai penyaki, para orang kegemukan yang memiliki tubuh seperti buah apel ini sangat perlu mengurangi kandungan lemak mereka.

Olahraga umumnya mengurangi presentase lemak tubuh dan dengan meningkatkan massa otot, meningkatkan presentase jaringan nonlemak. Riset – riset mengenai keberhasilan program penuruan berat badan berhasil mengungkapkan hal-hal menarik mengenai masalah kegemukan. Studi – studi menunjukkan bahwa tingkat metabolik istirahat mungkin merupana suatu sifat bawaan (yang diwariskan). Dalam sebuah studi, pada usia tiga bulan, bayi-bayi yang dilahirkan dari orang tua uang mengalami kegemukan memperlihatkan pengeluaran energi 20% lebih rendah daripada bayi dari orangtua yang langsing. Termogenesis yang diinduksi oleh makanan (DIT) yaitu peningkatan metabolisme setelah mengkonsumsi karbohidrat oleh protein, telah dibuktikan lebih rendah pada mereka yang mengalami kegemukan sejak masa kanak-kanak. Dengan kata lain, orang yang mengalai kegemukan sejak mengalami kegemukan sejak masa kanak-kanak sangat efisien menyimpan kelebihan kalori yang mereka makan. Orang yang langsing memetabolisme lebih banyak kalori yang mereka makan, sebagian energi dibuang sebagai panas.

Bahkan setelah orang yang mengalami kegemukan kehilangan berat badannya sampai ke tingkat normal, DIT mereka tetap lebih rendah daripada orang dengan berat yang sama yang selalu langsing. Dalam keadaan kekurangan makanan, sifat ini merupakan hal yang menguntungkan , tetapi pada saat makanan cukup, DIT dan tingkat metabolik yang rendah memudahkan seseorang menjadi kegemukan. Orang dengan sifat-sifat ini harus makan dalam jumlah yang lebih sedikit daripada yang dimakan rekan imbangannya yang langsing untuk mempertahankan berat tubuh normal.

Karena diet kalori yang sangat rendah sulit untuk dipertahankan, salah satu alternative terhadap pemotongan pemasukan kalori untuk menurunkan berat badan adalah dengan meningkatkan pengeluaran energi melalui latihan fisik, program latihan aerobic membantu mengurangi risiko penyakit yang berkaitan dengan kegemukan android dan membantu mengurangi simpanan lemak. 

 

OSTEOPOROSIS

Osteoporosis yaitu penurunan kepadatan tulang akibat penurunan pengendapan matriks organik tulang, merupakan masalah kesehatan besar di Amerika Serikat. Osteoporosis merupakan penyebab meningkatnya insiden fraktur tulang pada wanita berusia diatas lima puluh tahun dibandingkan dengan populasi umum. Karena massanya berkurang, tulang lebih mudaj mengalami fraktur apabila terjatuh, terpukul atau melakukan pengangkatan yang dalam keadaan normal tidak akan merusak tulang yang lebih kuat. Osteoporosis adalah penyebab yang mendasari sekitar 1,2 juta fraktur setiap tahunnya dengan 530.000 diantaranya adalah fraktur vertebra dan 227.000 fraktur panggul. Biaya rehabilitasinya lebih dari $6 miliar per tahun. Kerugian akibat nyeri dan penderitaan belum dihitung. Separuh dari seluruh wanita Amerika mengalami nyeri dan deformitas spinal pada usia 75 tahun.



Terdapat dua jenis osteoporosis, yang mekanisme penyebabnya berbeda. Osteoporosis Tipe I mengenai wanita segera setelah menopause dan ditandai oleh fraktur tekan (crush fracture) vertebra atau fraktur lengan tepat diatas pergelangan tangan. Dihipotesiskan bahwa fraktur-fraktur itu terjadi akibat penurunan kepadatan tulang yang menyertai defisiensi esterogen pada menopause. Osteoporosis Tipe II terjadi pada pria dan wanita, walaupun dua kali lebih banyak mengenai wanita daripada pria. Tipe ini ditandai oleh fraktur pinggang serta fraktur di tempat lain. Karena osteoporosis Tipe II terjadi pada usia yang lebih lanjut, penurunan kemampuan menyerap Ca2+ akibat usia lanjut mungkin ikut berperan menimbulkan keadaan tersebut, walaupun defisiensi esterogen juga tampaknya berperan, sehingga insidennya pada wanita lebih tinggi.
Terapi pengganti esterogen, pemberian suplemen Ca2+, dan program olahraga beban yang teratur merupakan pendekatan terapeutik yang digunakan untuk memperkecil atau memulihkan pengurangan massa tulang. Karena terapi osteoporosis sulit dan sering kurang memuaskan, pencegahan sejauh ini merupakan cara terbaik untuk menangani masalah kesehatan ini. Pembentukan tulang yang kuat sebelum menopause melalui makanan yang kaya akan Ca2+ dan olahraga yang adekuat tampaknya merupakan tindakan pencegahan yang terbaik. Adanya cadangan tulang pada usia pertengahan dapat memperlambat munculnya manifestasi klinis osteoporosis pada usia selanjutnya. Aktivitas fisik yang beranjut seumur hidup tampaknya dapat menunda atau mencegah pengeroposan tulang, bahkan pada usia lanjut.

TEKNOLOGI REPRODUKSI : MENGAMBIL ALIH PENCIPTAAN MANUSIA


Implisit dalam pemahaman kita yang terus bertambah mengenai mekanisme fungsi-fungsi fisiologis mendasar adalah peningkatan kemampuan kita untuk memperbaiki atau menkompensasi fungsi yang terganggu atau untuk memanipulasi berbagai fungsi demi kepentingan kita. Sebagian besar kemajuan dalam bidang teknologi biomedis disambut sebagai cara-cara baru untuk menyelamatkan, memperpanjang, atau meningkatkan kehidupan manusia. Namun salah satu bidang teknologi baru yang mengontrol proses-proses biologis telah mengundang kontroversi moral, etis, dan legal yang luas, yaitu kekuatan kita untuk menentukan eksistensi individu baru.

Kemajuan-kemajuan teknologi yang berkaitan dengan reproduksi telah membuka banyak jalan baru bagi mereka yang ingin mengontrol keturunan mereka melalui cara-cara artificial daftar singkat mengenai kemampuan yang sudah tersedia atau sedang dikembangkan berikut ini akan menunjukkan bagaimana luasnya kontrol kita atas generasi masa depan :

  1. Tersedia berbagai metode kontrasepsi untuk menghindari kehamilan dengan mencegah penyatuan sel telur dan sperma atau setelah bersatu mencegah telur yang dibuahi tertanam di uterus untuk berkembang menjadi manusia baru

  2. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat diakhiri dengan beberapa cara aborsi yang menyingkirkan individu yang sedang berkembang dari lingkungannya di uterus.

  3. Anak yang belum lahir dapat “dilihat” (tanpa mengganggunya) di dalam rahim ibunya melalui teknik ultrasonografi. Selain itu sample sel anak itu dapat diekstraksi melalui amniosentesis atau biopsy plasenta dan dianalisis untuk menentukan ada atau tidaknya berbagai penyakit genetik. Jika ditemukan defek, orang tua harus membuat keputusan sulit, yaitu apakah akan menghentikan kehamilan atau membiarkan anak dengan gangguan fisik atau mental lahir ke dunia.

  4. Sperma dapat dibekukan dan disimpan di dalam bank sperma tempat seseorang wanita dapat ‘berbelanja’ membeli ‘bapak’ dengan sifat tertentu untuk calon anaknya. Wanita tersebut kemudian dapat menjalani inseminasi buatan dengan sperma pilihannya dan kehamilan dan persalinan normal tanpa partisipasi aktif atau bahkan tanpa sepengetahuan sang ‘bapak’

  5. Wanita mandul (infertilisasi) yang tidak mengalami ovulasi (tidak mengeluarkan sel telur) dapat dibero ‘pil penyubur’ yaitu hormon untuk merangsang ovulasi.

  6. Wanita yang mandul akibat penyumbatan mekanis di saluran tempat penyatuan sel telur dan sperma masih dapat mengandung anak sendiri dengan teknik ferlisasi in vitro , atau sering disebut dengan teknik ‘bayi tabung’. Setelah memacu ovulasi multiple dengan hormon, dokter mengumpulkan telur – telur melalui sebuah insisi kecil di abdomen wanita bersangkutan. Sel – sel telur tersebut kemudian diinkubasikan dengan sperma dari calon ayah. Jika terjadi fertilisasi di lingkungan ‘tabung reaksi’ ini, telur yang telah dibuahi ditaruh diuterus ibu, agar dapat berkembang seperti telur yang dibuahi secara alamiah.

  7. Fertilisasi in vitro sering menyebabkan fertilisasi lebih dari satu sel telur. Mudigah hidup yang tidak digunakan dapat dibekukan untuk digunakan pada masa mendatang.

  8. Beberapa pria memiliki sperma yang ‘malas’ atau spermanya tidak mengandung enzim-enzim akrosom yang diperlukan untuk menembus sawar tebal yang melindungi ovum. Dengan menggunakan sebuah jarum halus, pakar kemandulan dapat mengatasi masalah ini dengan memasukkan sebuah sperma secara langsung ke dalam sel telur , suatu teknik yang disebut dengan microinjection .

  9. Teknik lain yang sedang dikembangkan untuk mempermudah penetrasi sperma ke dalam sel telur adalah dengan zona drilling. Pada prosedur ini, dibuat sebuah lubang halus di zona pelusida, membrane luar yang mengelilingi telur yang tidak dibuahi. Pada saat telur yang sudah disiapkan dicampur dengan sperma, lubang tersebut berfungsi sebagai saluran bagi masuknya sperma, teknologi baru ini menawarkan harapan bagi pasangan yang mengalami insufidiensi sperma atau kelainan zona.

  10. Walaupun sperma dan madigah dapat dibekukan dan disimpan, telur yang belum dibuahi sampai saat ini belum berhasil diolah dengan cara serupa. Namun para peneliti berhasil mencapai suatu kemajuan besar yang mengarah ke pembekuan telur. Jika teknik ini sudah disempurnakan, seorang wanita yang akan mengalami kehilangan fungsi ovarium karena pembedahan atau kemoterapi untuk kanker dapat mengumpulkan dan menyimpan sel-sel telurnya untuk dipakai kemudian sebelum dilakukan tindakan –tindakan yang merusak ovariumnya. Penerapan teknik pembekuan telur yang lebih kontroversial adalah penundaan kehamilan karena alasan professional atau alasan lain. Kesuburan wanita turun dengan cepat dan risiko memiliki anak dengan kelainan genetic, misalnya Down Syndrome meningkat setelah usia 40 tahun. Bukti-bukti mengisyaratkan bahwa usia telur yang bertanggung jawab menyebabkan penurunan fertilisasi dan peningkatan kelainan janin tersebut, bukan saluran reproduksi. Dengan demikian jika pembekuan sel telur berhasil dilakukan san telah tersedia, seorang wanita dapat mengumpulkan sel telurnya yang sehat selama tahun-tahun paling subur dan menyimpannya di dalam es untuk digunakan kemudian.

  11. Pagi pasangan yang tidak dapat memiliki anak karena ketidakmampuan pihak wanita mengandung, secara teknis wanita itu dapat ‘menyewa’ uterus wanita lain untuk mengandung anaknya, walaupun secara legal hal ini masih diperdebatkan. Pada ibu pengganti dapat secara artificial dilakukan inseminasi buatan dengan sperma ayah, atau telur yang dibuahi secara artifisial dari pasangan tersebut ditanam di uterus ‘sewaan’ itu.

  12. Teknik – teknik fertilisasi in vitro dan rekayasa genetic memungkinkan penapisan mudigah berusia dini untuk mencari ada tidaknya defek genetic sebelum implantasi. Banyak kelainan genetik, misalnya anemia sel sabit dan fibrosis kistik dapat dideteksi dalam kode genetik sejak saat pembuahan. Karena mudigah berusia dini dapat mentoleransi kehilangan sebuah sel tanpa mengganggu perkembangan normalnya, kita dapat mengambil sebuah sel dari mudigah enam belas sel dan menganalisisnya untuk mencari ada tidaknya defek genetik sebelum menanam mudigah itu di saluran reproduksi wanita.

Walaupun teknik –teknik baru ini disambut sebagai keajaiban modern, mereka juga menyebabkan kita harus merambah dataran moral., etis, dan legal yang baru. Hak-hak apa yang dimiliki oleh pasangan yang menciptakan mudigah atau hak – hak apa yang dimiliki mudigah itu sendiri?. Karena perundangan tertinggal dari kemampuan teknologi, banyak ambiguitas yang diputuskan melalui berbagai jalur hukum. Sebagai contoh, ada seorang wanita dan bekas suaminya berseteru hukum secara kontroversial mengenai apakah setelah bercerai wanita itu berhak hamil dengan menggunakan mudigah yang dibekukan saat mereka masih menikah. Pengadilan memutuskan bahwa wanita itu tidak dapat menggunakan mudigah tersebut jika pihak pria menolaknya. 

 

OLAHRAGA AEROBIK

Olahraga aerobic (dengan O2) melibatkan kelompok otot-otot besar dan dilakukan dengan intensitas yang cukup rendah serta dalam waktu yang cukup lama, sehingga sumber-sumber bahan bakar dapat diubah menjadi ATP dengan menggunakan siklus asam sitrat sebagai jalur metabolisme predominan. Olahraga aerobik dapat dipertahankan dari lima belas sampai dua puluh menit hingga beberapa jam dalam sekali latihan. Aktivitas jangka pendek dan berintensitas tinggi, seperti angkat beban atau lari 100 meter, yang berlangsung dalam beberapa detik dan semata-mata mengandalkan energi yang tersimpan di otot dan pada glikolisis adalah bentuk olahraga anaerobic (tanpa O2).
Kemalasan berolahraga berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya hipertensi (tekanan darah tinggi) dan penyakit jantung koroner (penyumbatan arteri yang memperdarahi jantung). Untuk mengurangi resiko hipertensi dan penyakit jantung koroner serta untuk meningkatkan kapasitas kerja fisik, Kolese Kedokteran Olahraga Amerika (the American College of Sport Medicine) merekomendasikan agar seorang ikut serta dalam olahraga aerobik minimum tiga kali seminggu selama dua puluh sampai enam puluh menit. Intensitas olahraga harus didasarkan pada suatu persentase dari kapasitas maksimum individu yang bersangkutan untuk bekerja. Cara termudah untuk menentukan intensitas olahraga yang sesuai dan untuk memantau tingkat intensitas adalah dengan memeriksa denyut jantung. Perkiraan denyut jantung maksimum ditentukan dengan mengurangi angka 220 dengan usia seseorang. Keuntungan bermakna yang didapat dari olahraga aerobik yang dilakukan antara 70% dan 80% denyut jantung maksimal. Sebagai contoh, perkiraan kecepatan denyut jantung maksimal untuk seseorang yang berumur 20 tahun adalah 200 kali per menit. Apabila orang tersebut berolahraga teratur tiga kali seminggu denngan intensitas yang meningkatkan denyut jantung sampai 140 hingga 160 kali per menit, ia akan mengalami peningkatan kapasitas kerja aerobiknya dan penurunan risiko penyakit kardiovaskular secara bermakna.

KETIKA PROTEIN DI URIN BUKAN BERARTI PENYAKIT GINJAL


Pengeluaran protein di dalam urin biasanya menandakan penyakit ginjal (nefritis). Namun pengeluaran protein dalam urin yang mirip dengan terjadinya nefritis dapat timbul juga setelah olahraga , tetapi hali ini tidak berbahaya, bersifat sementara, dan reversible. Istilah pseudonefritis atletik digunakan untuk menjelaskan proteinuria (protein di dalam urin) pasca olahraga ini. Penelitian – penelitian ini mengisyaratkan bahwa 70-80% atlet mengalami proteinuria setelah olahraga berat. Keadaan ini terjadi pada para peserta olahraga kontak dan nonkontak, sehingga tidak disebabkan oleh trauma fisik terhadap ginjal. Pada satu penelitian, para subjek yang ikut serta dalam lari jarak pendek maksimal mengekskresikan lebih banyak protein dibandingkan sewaktu mereka bersepeda, mendayung, atau berenang dengan intensitas kerja yang sama. Penyebab perbedaan ini belum diketahui hingga sekarang.

Biasanya hanya sebagian kecil dari protein plasma yang masuk ke glomerulus untuk di filtrasi , protein yang difiltrasi tersebut kemudian direabsobsi di tubulus sehingga dalam keadaan normal tidak ada protein plasma yang muncul di urin. Dua mekanisme dasar dapat menyebabkan proteinuria : (1) Peningkatan permeabilitas glomerulus tanpa disertai perubahan reabsobsi tubulus atau (2) gangguan reabsorpsi tubulus. Penelitian menunjukkan bahwa selama olahraga ringan sampai sedang, proteinuria terjadi karena perubahan permeabilitas glomerulus, sementara selama olahraga berat – singkat, proteinuria tampaknya disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus dan disfungsi tubulus.
Disfungsi ginjal reversible ini diyakini sebagai akibat perubahan sirkulasi dan hormon yang berlangsung selama olahraga. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa aliran darah ginjal berkurang selama berolahraga karena pembuluh-pembuluh ginjal berkonstriksi dan darah dialirkan ke otot – otot yang berolahraga. Penurunan ini berkolerasi positif dengan intensitas olahraga. Pada olahraga yang intensif, aliran darah ginjal dapat berkurang sampai 20% dari normal. GFR (Glomerulus Filtration Rate) juga menurun, tetapi tidak sebesar penurunan aliran darah ginjal, mungkin karena adanya mekanisme otoregulasi. Beberapa peneliti berpendapat bahwa penurunan aliran darah glomerulus meningkatkan difusi protein ke dalam lumen tubulus, karena sewaktu darah yang mengalir lambat menghabiskan lebih banyak waktu di glomerulus, proporsi protein yang memiliki cukup waktu untuk lolos menembus membrane glomerulus meningkat. Perubahan hormon yang berlangsung selama olahraga mungkin juga mempengaruhi permeabilitas glomerulus. Sebagai contoh, penyuntikkan rennin plasma meningkat selama olahraga berat dan mungkin berperan menimbulkan proteinuria pascaolahraga. Juga dihipotesiskan bahwa selama olahraga berat reabsorbsi tubulus maksimum tercapai, yang dapat menyebabkan gangguan reabsorbsi protein. 

 

DANA ASPIRASI : ANOMALI POLITIK

Oleh AZYUMARDI AZRA Direktur Sekolah Pascasarjana UIN, Anggota Advisor Board Internasional IDEA, Stockholm

 
Dana aspirasi, istilah baru yang iba tiba saja popular, meski mendatangkan banyak pertanyaan dari kalangan publik. Apalagi secara substantif di sejumlah Negara, seperti Amerika Serikat dan Filiphina, dana aspirasi itu dikenal dengan istilah pork barrel (gentong babi).
Terlepas dari setuju atau tidak dengan substansinya, dalam konteks Indonesia, istilah itu agaknya bisa diganti dengan cow-barrel (gentong sapi) atau bahkan chicken barrel (gentong ayam), yang mungkin bagi banyak kalangan masyarakat Indonesia lebih nyaman didengar. Di luar istilah itu, jelas sebagian besar anggota DPR menolak usulan Partai Golkar tersebut. Juga muncul penolakan dari Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Keuangan Agus Martowardjojo. Kita tidak tahu apakah penolakan itu genuine atau tidak karena pada dasarnyajika usulan itu diterima DPR dan pemerintah –apakah secara terpaksa atau tidak-jelas sangat menguntungkan bagi setiap dan semua anggota DPR. Karena dana aspirasi itu membuka peluang lebih besar memperkuat posisi mereka vis-à-vis konstituen masing – masing yang bakal menimbulkan berbagai implikasi dan dampak yang positif ataupun negatif. Jelas ada segi positif tertentu terkandung dalam usulan dana aspirasi itu-tentu saja jika akhirnya disetujui dan direalisasikan. Khususnya bagi masyarakat konstituen, bisa diduga mereka senang-senang saja menerima berbagai bentuk program yang pendanaannya berasal dari ‘dana aspirasi’ sejumlah 15 milyar rupiah yang cukup besar bagi tiap anggota DPR. Anomali Baru Terlepas dari berbagai manfaat yang bakal diperoleh masyarakat konstituen,usulan dana aspirasi yang bisa saja terealisasi dalam bentuk-bentuk lain jelas is telah menciptakan anomali tambahan dalam kehidupan politik dan kenegaraan kita, yang bukan tidak bisa berlanjut di hari-hari depan. Anomali baru itu terjadi bukan hanya dalam segi hokum, khususnya yang mnegatur dana dan anggaran Negara, melainkan juga dalam kaitannya dengan fungsi dan kewenangan DPR itu sendiri. Anomali itu bisa terlihat, dalam kenyataan bahwa usulan itu pertama kali muncul dari Fraksi Partai Golkar, yang agaknya merupakan hasil dari di dalam partai ini. Akan tetapi, jelas pula, usulan itu tidak melalui pembicaraan di antara partai-partai yang terlibat dalam koalisi yang belakangan ini dikenal sebagai Sekretariat Bersama Koalisi dengan ketua hariannya Aburizal Bakrie yang notabene nya Ketua Umum Partai Golkar. Disini muncul pertanyaan tentang fungsi Sekretariat Bersama tersebut, apakah dan kenapa masalah sepenting ini tidak dibahas lebih dulu di dalam koalisi? Karena kelihatannta tidak dibicarakan lebih dulu di koalisi, tidak mengherankan kalau ketika usulan ini dibuka ke depan publik, partai-partai pendukung koalisi hamper sepenuhnya menentang sehingga ia tidak dibicarakan dalam siding DPR. Selain itu kalangan pemerintahan sendiri, masyarakat LSM, pengamat, dan aktivis juga menentang usulan tersebut. Hasilnya pihak Golkar merasa tertinggal dan terpojokkan sehingga salah seorang ketua DPP Golkar M.Yamin Tawari mengecam, Partai Golkar bakal keluar dari koalisi karena tidak ada dukungan para mitra koalisi terhadap usulan tersebut. Ancaman mengancam dalam dunia politik dalam batas tertentu merupaka hal umum dan biasa saja di Indonesia atau Negara manapun. Namun, ancam mengancam dia ntara pihak-pihak pendukung koalisi secara terbuka di depn public merupakan gejala ganjil yang dapat dikatakan merupakan anomali politik. Terlepas dari itu, ancaman atau boleh jadi lebih merupakan ‘gertak sambal’ternyata cukup efektif. Fenomena ini dapat menjadi preseden dalam dinamika politik koalisi dan bahkan politik Indonesia secara keseluruhan. Apalagi tidak lama setelah adanya ancaman Partai Golkar yang kemudian dibuat lebih lunak oleh kalangan Partai Golkar sendiri sebagai ‘pendapat pribadi’ bukan sebagai pendapat resmi partai, Presiden SBY menyatakan, dana aspirasi bisa direalisasikan. “Sangat bisa karena anggota DPR, mereka juga dipilih pada tingkat Dapil itu mengajukan usulan khusus. Nah, usulan itu masukkan dalam system, dalam tatanan, ada Musrenbag, ada musyawarah tingkat daerah, ada ini, ada itu. kita jalankan sesuai undang-undang,” kata SBY (10/6/10) Dengan pernyataan SBY ini, Partai Golkar kini memenangi pertaruan, tidak hanya dengan mitra-mitra koalisinya bahkan juga sekaligus dengan para penentang yang masih tersisa, khususnya PDI-P. hamper bisa dipastikan kekuatan politik terbesar di DPR,khususnya Partai Demokrat, harus melaksanakan persetujuan Ketua Dewan Pembinanya, yang sekaligus juga merupakan Presiden RI. Dominasi Partai Besar Jika dana aspirasi (atau apapun namanya kemudian) dapat disepakati DPR dan pemerintah jelas masyarakat konstituen bakal mendapat mafaat tertentu. Meski, masyarakat penerima terbesar adalah di pulau Jawa yang memiliki Dapil terbanyak, sementara pulau dan daerah lain yang memiliki Dapil lebih sedikit tetapi dengan wilayah lebih luas mendapatkan bagian yang jauh lebih kecil. Akan tetapi tidak ragu lagi penerima mafaat terbesar adalah parpol-parpol besar yang memiliki jumlah anggota terbanyak di DPR. Karena dengan dana aspirasi itu, para anggota DPR dapat menyatakan pada konstituen masing-masing, mereka telah berhasil memperjuangkan kepentingan masyarakat dapil dan memenuhi janji-janji mereka pada waktu kampanye Pemilu Legislatif 2009. Tidak hanya itu, dana aspirasi membuat tidak mungkin bagi mereka untuk kembali terpilih dalam pemilu legislative berikutnya. Karen atoh sudah ada ‘bukti’ bahwa mereka telah berhasil memperjuangkan kepentingan dapil masing-masing. Dengan demikian, realisasi dana aspirasi nanti dapat menjadi ‘jualan’ yang efektif bagi para anggota DPR agar konstituen kembali memilih mereka. Jika dana aspirasi terealisasi mulai 2011, berarti selama empat tahun kedepan menjelang pemilu legislatif 2014, para anggota DPR dapat mengikuti konstituen masing-masing secara lebig kuat. Dalam konteks ini, penerima manfaat maksimal dana aspirasi nanti adalah parpol-parpol besar, sementara parpol-parpol kecil hanya mendapat manfaat terbatas, apalagi parpol-parpol yang tidak memiliki wakil di DPR, yang bisa dipastikan tidak memiliki kemampuan financial untuk mengimbangi dana aspirasi yang dihasilkan para anggota DPR untuk konstituen masing-masing. Dalam kondisi seperti ini, semakin kecil pula peluang bagi wajah-wajah baru untuk mampu bersaing dan memenangkan diri dalam pemilu legislatif nanti. Dengan demikian, sirkulasi elite politik dilingkungan DPR menjadi lebih terbatas. Akhirnya kita harus terus hidup bersama para anggota DPR wajah – wajah lama dengan segala kekuatan dan kelemahannya.

Oleh AZYUMARDI AZRA Direktur Sekolah Pascasarjana UIN, Anggota Advisor Board Internasional IDEA, Stockholm


Dikutip dari Kompas, 17 Juni 2010

AKUPUNTUR, BENARKAH BERMANFAAT?

Kedengarannya seperti fiksi ilmiah, bagaimana sebuah jarum yang ditusukkan ke tangan dapat menghilangkan nyeri pada sakit gigi? Analgesia Akupuntur (AA), teknik untuk menghilangkan nyeri dengan menusukkan dan memanipulasi jarum-jarum halus di titik-titik kunci, telah dipraktikkan di Cina selama lebih dari 2000 tahun tetapi relatif baru bagi dunia kedoktera Barat dan masih menjadi perdebatan di Amerika Serikat. Banyak ilmuan Barat skeptis karena sampai baru-baru ini, fenomena tersebut masih belum dapat dijelaskan berdasarkan prinsip-prinsip fisiologis yang ada dan masuk akal, walaupun di Cina diajukan banyak bukti anecdotal yang mendukung efektivitas AA. Menurut seorang pakar dalam bidang akupuntur, teknik ini tidak diterima oleh kebudayaan Barat karena adanya benturan dalam filsafat Barat dan Timur. Ilmu kedokteran Barat cepat menolak fenomena yang tidak cocok dengan teori-teori ilmiah yang saat ini berlaku. Taoisme Cina kurang menyukai penjelasan teori-teori dan lebih memilih untuk hanya mengamati fenomena agar berada dalam harmoni dengan alam. Jika tusukan jarum di tangan dapat menghilangkan nyeri pada sakit gigi, hal itu cukup bagi taoisme Cina. Bagi ilmu kedokteran Barat akupuntur adalah sesuatu yang mustahil, sehingga dianggap hanya memiliki efek placebo. Efek placebo mengacu pada suatu zat kimia atau teknik yang menimbulkan respon yang diinginkan melalui kekuatan sugesti atau pengalihan perhatian dan bukan melalui efek langsung apapun. Efek placebo pertama kali didokumentasikan pada tahun 1945 sewaktu seorang dokter menyuntik pasien – pasien dengan obat yang mereka fikir adalah morfin untuk menghilangkan nyeri, tetapi sebagian pasien sebenarnya mendapat gula. Nyeri hilang pada 70% pasien yang memang mendapatkan morfin, tetapi yang mengejutkan 35 % dari mereka yang mendapatkan gula tetapi beranggapan bahwa mereka mendapat morfin, juga melaporkan pengurangan rasa nyeri. Karena masyarakat Cina puas dengan bukti-bukti anecdotal mengenai keberhasilan AA, fenomena ini tidak mendapat pengkajian ilmiah mendalam sampai dua dekade terakhir ketika para ilmuan Eropa dan Amerika mulai mempelajarinya. Akibat usaha-usaha tersebut berhasil dikumpulkan sejumlah besar bukti penielitian ilmiah penyokong bahwa AA benar – benar berefek (yaitu, melalui efek fisiologis bukan placebo atau psikologis). Selain itu, mekanisme kerjanya muali diketahui. Memang lebih banyak yang diketahui mengenai mekanisme fisiologis yang mendasari SS daripada mekanisme-mekanisme yang mendasari berbagai teknik medis convensional lainnya, misalnya anastesia gas. AA telah dibuktikan efektif dalam mengobati nyeri kronik dan menimbulkan efek fisik yang nyata, yaitu bahwa AA lebih efektif daripada control placebo. Pada kenyataannya, AA setara dengan morfin untuk mengobati nyeri kronik. Pada penelitian – penelitian klinis terkontrol, 55% - 85% pasien tertolong oleh AA (sebagai perbandingan, 70% pasien tertolong oleh terapi morfin). Hilangnya nyeri dilaporkan hanya oleh 30-35 % kontrol placebo (individu yang beranggapan bahwa mereka menerima terapi AA yang sesuai, tetapi sebenarnya jarum dimasukkan ketempat yang salah atau kedalamannya kurang). Banyak bukti yang mendukung hipotesis endorphin akupuntur sebagai mekanisme primer kerja AA. Menurut hipotesis ini, jarum-jarum akupuntur mengaktifkan serat-serat saraf aferen tertentu, yang mengirim impuls ke susunan saraf pusat. Disini impuls yang dating mengaktifkan tiga pusat (pusat korda spinalis, pusat otak tengah, dan pusat hormone unit hipotalamus/hipofisis anterior) untuk menimbulkan analgesia. Ketiga pusat tersebut telah dibuktikan menghambat transmisi nyeri melalui penggunaan endorphin dan senyawa – senyawa terkait lain. Beberapa neurotransmitter lain, misalnya serotonin dan norepinefrin, serta kortisol, hormon utama yang dikeluarkan selama stress juga diduga berperan. Di USA, AA tidak digunakan di dunia kedokteran pada umumnya, bahkan oleh para dokter yang telah diyakinkan oleh bukti ilmiah bahwa teknik ini sahih. Metodologi AA tidak diajarkan di fakultas kedokteran AS, dan mempelajari teknik ini juga memerlukan waktu. AA juga menghabiskan jauh lebih banyak waktu daripada pemberian obat. Para dokter Barat yang telah dilatih untuk menggunakan obat untuk mengatasi sebagian besar masalah nyeri biasanya enggan meninggalkan metode yang telah mereka kenal untuk diganti oleh suatu teknik yang belum mereka kuasai dan menghabiskan waktu. Namun dalam hal tertentu, akupuntur semakin memperoleh pengakuan sebagai terapi alternative untuk mengatasi nyeri kronik, terutama karena obat-obat analgesic dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu. AA bahkan lebih ekstensif digunakan di Eropa daripada di Amerika Serikat. Karena akupuntur relatif baru di Amerika Serikat, hokum-hukum yang mengatur penggunaannya bervariasi diantara Negara bagian. Beberapa Negara bagian hanya mengijinkan dokter yang telah terlatih untuk melakukan AA, sementara yang lain menyertakan ahli akupuntur nondokter, suatu indikasi bahwa AA akan lebih sering digunakan untuk menghilangkan nyeri di AS,bila bukan oleh dokter mungkin oleh orang lain yang terlatih untuk menggunakan teknik tersebut.

KONTROVERSI KASUS BIBIT – CHANDRA

Oleh Adnan Buyung Nasution Lakon cicak-buaya yang dipicu sikap reaksioner seorang petinggi polri telah bergulir mejdai isu besar. Ketika kedua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, muncul dugaan keras adanya rekayasa dan idikasi serangan balik koruptor (corruptor fight back). Jutaan orang sontak bereaksi lewat jejaring social di dunia maya untuk memberikan dukungan kepada dua pemimpin KPK. Perkembangan itu kemudian direspon Presiden dengan membentuk Tim Independen Verivikasi Fakta dan Proses Hukum atas kasus Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto (Tim 8) Bulan Juni ini genap satu tahun sejak drama Cicak-Buaya bermula. Tarik menarik antara kekuatan reformis dan mafia hokum semakin kuat. Sementara itu, pemerintah terkesan mengambil sikap suam-suam kuku dan kurang memiliki sensitivitas pada rasa keadilan masyarakat. Nasib Bibit-Chandra yang terus digantung adalah salah satu buktinya. Tim 8 dan Presiden Tim 8 hanya diberikan waktu tugas selama 14 hari kerja untuk melaksanakan satu misi yang amat berat. Tugas pertama yang dijalankan oleh seluruh anggota Tim 8 adalah hadir di Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan rekaman Anggodo cs. Selepas itu Tim 8 langsung mendatangi Kapolri untuk mengupayakan pembebasan Bibit-Chandra. Selanjutnya Tim 8 mempelajari berkas dan dokumen serta meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait. Setelah waktu tugas itu berakhir, Tim 8 menyerahkan laporan akhir yang dilengkapi dengan sejumlah kesimpulan dan rekomendasi bagi Presiden. Dalam kesimpulan pokoknya, Tim 8 menyatakan tidak terdapat cukup bukti untuk meneruskan perkara ke pengadilan. Atas dasar itu, Tim 8 merekomendasikan kepada Presiden agar proses hukum terhadap dua pimpinan KPK sebaiknya dihentikan. Setelah mempelajari laporan Tim 8, presiden menyampaikan agar terhadap kasus Bibit-Chandra sebaiknya dilakukan penyelesaian diluar pengadilan. Meski demikian Presiden sepertinya tidak sepenuhnya bersepakat dengan laporan Tim 8. di satu sisi Presiden setuju perkara dihentikan atau tidak dilanjutkan ke pengadilan, tetapi disisi lain Presiden rupanya juga menyetujui kesimpulan Kepolisian dan Kejaksaan yang menyatakan bahwa kasus Bibit-Chandra telah cukup bukti. Dalam latar seperti itu, Kejaksaan terus didesak untuk segera merespon perkembangan dan mengambil langkah hukum secara cepat. Jaksa Agung tak kunjung mendapatkan sinyal dari eksekutif untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (deponeering). Padahal, deponeering adalah pelaksanaan asas oportunitas hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan dan kekuasaan Negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut (Penjelasan Pasal 35 (c), UU no.16/2004). Ketidakpaduan sikap Presiden yang tidak meneruskan perkara ke pengadilan dengan bukti yang dianggap sudah cukup oleh Kepolisian dan Kejaksaan adalah kontroversi pertama dalam penyelesaian kasus Bibit-Chandra. Hal itu kemudian diperparah dengan ketidaktegasan Presiden yang juga turut mendorong kontroversi berikutnya, yaitu terbitnya surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) yang menggunakan asas sosiologi sebagai dasarnya. Padahal jika benar Presiden sepakat dengan Tim 8 bahwa tidak cukup bukti, maka SKPP yang dikeluarkan Kejaksaan harus berdasarkan alasan hukum yaitu antara lain tidak cukup bukti, bukan alasan sosiologis yang tidak ada dasar hukumnya. SKPP sesat itulah yang menjadi akar hambatan penyelesaian kasus Bibit-Chandra hingga kini. Sesat Langkah Kejaksaan Dalam rekomendasinya, Tim 8 memberikan dua opsi langkah hukum kepada kejaksaan dan Jaksa Agung. Opsi pertama atau yang paling ideal adalah penghentian penuntutan. Hal itu sejalan dengan kesimpulan Tim 8 yang tidak menemukan bukti yang cukup dalam kasus Bibit-Chandra. Opsi terakhir adalah deponeering. Kejaksaan rupanya lebih memilih opsi pertama dengan menerbitkan SKPP. Meski demikian, pemilihan opsi pertama itu menjadi problem ketika digunakan alasan sosiologis yang mestinya jadi dasar bagi opsi deponeering. Ini jelas merupakan hal yang tidak wajar. Sulit mempercayai bahwa pihak kejaksaan tidak mematuhi ketentuan Pasal 140 Ayat (2) a KUHAP yang telah mengatur secara limitatif mengenai alasan penuntutan umum untuk menghentikan penuntutan, yaitu karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum. Oleh karena itu, tidak begitu mengherankan ketika hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya mengabulkan gugatan pra-peradilan atas penghentian penuntutan kasus Bibit-Chandra. Putusan hakim yang menyatakan SKPP tidak sah memang didukung pertimbangan dan argumentasi hukum yang tepat. Demikian pula halnya, wajar ketika pengadilan tingkat banding malah menguatkan putusan Pengadilan Negeri. Keheranan justru muncul ketika jaksa agung – sesaat setelah rapat kabinet mengumumkan mengenai pengajuan peninjauan kembali (PK). Langkah ini jelas sangat bermasalah. Setidaknya ada dua problem yang akan muncul ; Pertama, permintaan pengajuan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan ataupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut (Pasal 268 Ayat (1) KUHAP). Artinya meski mengajukan PK, jaksa harus tetap segera melakukan eksekusi dengan melanjutkan kasus Bibit-Chandra ke persidangan. Dengan demikian, dua langkah hukum yang harus dijalankan jaksa akan melahirkan situasi hukum yang paradoksial. Kedua apabila siding Bibit-Chandra digelar dan status keduanya telah menjadi terdakwa, maka sebagai konsekuensinya mereka bisa di non-aktifkan sebagai pimpinan KPK. Hal ini jelas akan menjadi problem besar,khususnya bagi kinerja KPK dan pemberantasan korupsi secara umum. Tantangan Kejaksaan adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk menentukan langkah hukum yang bisa ditempuh. Meski demikian, proses hukum ini harus dimaknai bukan semata-mata pertarungan antara Kejaksaan dengan pemohon praperadilan. Nama baik dan kehormatan, jabatan, serta kebebasan Bibit-Chandra turut dipertaruhkan. Jaksa Agung mestinya tidak perlu lagi mengulur-ulur waktu penuntutan jika tak kunjung mendapat lampu hijau untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, apalagi jika sejak awal sudah meyakini bahkan berani memastikan kasus ini sudah cukup bukti. Dalam kasis yang pasti bakal menyedot perhatian luar biasa ini, saya menyarankan Jaksa Agung agar kembali memasang toga dan befungsi sebagai Jaksa Penuntut Umum. Di persidangan ini, Jaksa Agung akan memiliki kesempatan untuk membuktikan dugaan sejak awal menganao tindak pidana yang dilakukan Bibit-Chandra. Demikian pula sebaliknya, Tim Pembela Hukum Bibit Chandra akan memiliki peluang yang fair dalam memperjuangkan kepentingan dan hak – hak dari karirnya. Terkait hal diatas, saya memiliki satu catatan: apabila Jaksa Agung tidak berhasil membuktikan kesalahan Bibit-Chandra beliau secara sportif mengaku kesalahannya dengan mengundurkan diri sebagai Jaksa Agung. Semoga jika jalan ini disetujui akan dapat menyingkirkan kontroversi seputar kasus Bibit-Chandra yang sampai detik ini tidak habis – habisnya ADNAN BUYUNG NASUTION Guru besar Ilmu Hukum/Advokat Senior Dikutip dari Kompas, 15 Juni 2010

Green dan Estafet Blunder Kiper Inggris


Paceklik prestasi tim nasional Inggris berbanding lurus dengan krisis kiper kesebelasan St. George Cross. Tak terasa, krisis sudah berlangsung sejak dasawarsa 1970-an. Inggris terakhir kali menjadi juara dunia tahun 1966, saat event dihelat di Negara sendiri. Ketika itu tim asuhan Sir Alf Ramsey punya kiper hebat pada diri Gordon Banks.

Popularitas Banks terus gemerlap hingga 1970, saat ia mengukir penyelamatan emas terhadap sundulan bintang Brazil, Pele, yang 99% menjadi gol. Terhadap bola sundulan Pele, Banks terbang ke sisi kiri gawang dan menepis bola keluar lapangan. Lima tahun lalu Banks menuturkan, (Penyelamatan) Itu suatu yang membuat public terus mengingat saya.”

Apes bagi Inggris, setelah era Banks, mereka tak punya kiper andal. Yang agak lumayan mungkin Peter Shilton, seiring dengan lamanya jam terban pemain asal Leicester itu di tim Inggris, Shilton, yang pernah membela klub Bolton Wanderers itu, menjadi palang pintu terakhir tim “The Three Lions” selama 20 tahun, periode 1970-1990.

Toh nama besar Shilton tercoreng gol gelandang Polandia, Jan Domarski, saat Inggris bertemu Polandia dalam kualifikasi Piala Dunia 1974, pada Oktober 1973. Domarski yang menendang bola dengan pelan dan diatas kertas bisa dijinakkan kiper tak menduga bola meluncur kedalam gawang setelah menyentuh punggung Shilton.

Disela era Shilton, sempat ada Ray Clemence di bawah mistar Inggris. Setali tiga uang, Clemence, yang kini pelatih kiper tim Inggris, pun melahirkan blunder ceroboh. Dalam laga melawan Skotlandia pada Mei 1976, Clemence membiarkan bola sepakan Kenny Dalglish melewati sela kedua kakinya. Gol terjadi dan Inggris kalah 1-2 dari Skotlandia.

Gol memalukan lainnya lahir saat David Seaman menjadi kiper utama Inggris di Piala Dunia 2002. pada perempat final versus Brazil, Seaman, yang waktu itu membela Arsenal, berdiri cukup jauh dari garis gawang ketika Tim Samba hendak mengeksekusi tendangan bebas. Ronaldinho, sang eksekutor melesakkan tembakan langsung ke gawang yang membuat Seaman terperanjat dan kesulitan mengantisipasi bola. Brazil unggul 2-1 dan lolos ke semifinal.

Blunder konyol juga pernah dilakukan Paul Robinson pada partai kualifikasi Piala Eropa 2006 melawan Kroasia. Yang bikin public makin tergelak, Robinson bukan kebobolan oleh bola tendangan pemain Kroasia, tetapi salah mengantisipasi back pass Gary Neville. Bola yang menggelinding pelan gagal ditendang sempurna. Tak pelak, bola justru masuk ke gawangnya dan Inggris kalah 0-2

Tak dinyana, blunder oleh kiper Inggris terjadi lagi di Piala Dunia 2010 oleh Robert Green. Bola sepakan srriker Amerika Serikat, Clint Dempsey, dari jarak 25 meter ditangkap dengan sembrono. Inggris pun harus rela mengakhiri laga dengan skor seri 1-1.